PERLUNYA REGULASI PERLINDUNGAN

PERLUNYA REGULASI PERLINDUNGAN DAN PENGEMBANGAN TEMPAT KERAMAT. Oleh : John NR Gobai
    Pengantar kehidupan manusia, agama dan budaya jelas tidak berdiri sendiri, keduanya memiliki hubungan yang sangat erat dalam dialektikanya; selaras menciptakan dan kemudian saling menegasikan. Agama sebagai pedoman hidup manusiayang diciptakan oleh Tuhan, dalam menjalani kehidupannya. Sedangkan kebudayaan adalah sebagai kebiasaan tata cara hidup manusia yang diciptakan oleh manusia itu sendiri dari hasil daya cipta, rasa dan karsanya yang diberikan oleh Tuhan. Agama dan kebudayaan saling mempengaruhi satu sama lain. Agama mempengaruhi kebudayaan, kelompok masyarakat, dan suku bangsa. Kebudayaan cenderung berubah-ubah yang berimplikasi pada keaslian agama sehingga menghasilkan penafsiran berlainan.  Berbagai  ritual yang tumbuh dan berkembang di masyarakat, sejalan dengan jumlah umat yang melaksanakan ritus-ritus tertentu dengan khidmat adalah sebuah perwujudan terhadap suatu keyakinan dan interaksi antara manusia (umat) dengan entitas tertentu yang mereka sebut dengan suatu yang sakral. Sakral sendiri menurut etimologi adalah sesuatu yang dianggap “suci; keramat”Tempat Keramat merupakan warisan budaya  memilki keunikan tersendiri, baik yang tumbuh dilingkungan budaya tertentu, maupun hasil percampuran antar budaya baik diwaktu lampau, saat ini maupun nanti, yang menjadi sumber inspirasi, kreativitas dan daya hidup. Warisan budaya atau lazimnya disebut sebagai pusaka tidak hanya berbentuk artefak saja tetapi juga berupa bangunan-bangunan, situs-situs, serta sosial budaya, dari bahasa hingga beragam seni dan oleh akal budi manusia.Dasar Regulasi Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa “negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya”  Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010, tentang Cagar Budaya, pasal 1 angka Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan :Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan karena memilki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.Hal hal yang keramat di Meepago Beberapa bagian yang merupakan keramat di Meepago selaian Tokoh Spritual adalah Daaokogo (Bahasa Mee; Mbaimaipa (Bahasa Moni); Daabuba (Bahasa Wolani);Tanah Keramat :Daamaki (Bahasa Mee; Mbaimaipa (Bahasa Moni); Daamaki (Bahasa Wolani);Gunung yang keramat :Daabago (Bahasa Mee; Mbaipigu (Bahasa Moni); Daabutuguto (Bahasa Wolani); Sungal Keramat :Daaone (Bahasa Mee; Mbaidu (Bahasa Moni); Daauwo (Bahasa Wolani);Kayu yang keramat: Daapiya (Bahasa Mee; Mbaibo (Bahasa Moni); Daapiya (Bahasa Wolani); Terkait dengan Tokoh Spritual dan juga tempat tempatnya maka dapat dikembangkan adanya Wisata spiritual sebenarnya sudah dipraktekan sejak dahulu kala, orang-orang dahulu melakukan perjalanan guna mengunjungi tempat-tempat yang dianggap suci dan keramat, serta melakukan konsultasi kepada para orang-orang dianggap suci menurut keyakinan mereka, tujuannya adalah untuk mendapatkan jawaban akan pertanyaan-pertanyaan yang kadang sulit untuk dijawab. Pertanyaan yang berkaitan dengan jiwa, spiritualitas ataupun kepercayaan atau agama menjadi motivasi mereka melakukan perjalanan.  Masyarakat berkewajiban untuk melakukan Pelestarian dan perlindungan Tempat Keramat dengan merayakan upacara-upacara adat, memagari, melakukan pelarangan serta membuat Papan Informasi bagi umum tentang Larangan dan Perintah bagi berbagai pihak terhadap Tempat-tempat Keramat tersebut: Masyarakat berkewajiban untuk membuat peraturan dan mentaati peraturan yang dibuat dalam rangka perlindungan dan pelestarian Tempat-tempat Keramat; Penutup Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010, tentang Cagar Budaya maka, terdapat kawasan yang Sakral. Yang berarti  adalah sesuatu yang dianggap “suci; keramat” suatu waktu di tempat keramat dijadikan pusat kegiatan religious dan Wisata Spritual, yakni upacara persembahan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang dapat juga dibangun Rumah adat oleh masy adat yang meyakininya.Sebagai contoh, Di Provinsi Sulawesi Utara, Bukit Kasih diyakini sebagai tempat asal usul nenek moyang Minahasa, Lumimut daan Toar. Bahkan ada ukiran wajah mereka di lereng bukit yang ada di bawah puncak kedua yang mana wajah ini diukir dengan maksud agar masyarakat Minahasa tak lupa akan nenek moyang mereka, tempat ini kemudian dikembangkan sebagai tempat wisata religi  Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010, tentang Cagar Budaya maka, Kawasan yang Sakral dapat dikembangkan sebagai Kawasan Cagar Budaya yang  adalah satuan ruang geografis yang memiliki dua situs cagar budaya atau lebih, yang letaknya berdekatan dan/atau memperlihatkan ciri tata ruang yang khas,perlindungan dan pengembangannya dilakukan dengan penetapan Zona tedapat Zona Inti, Zona Perlindungan dan Zona Pengembangan. Dalam rangka hal tersebut diatas maka kmi susun Naskah Akademik dari Peraturan Daerah Provinsi Papua dan mendorong rancangan  Peraturan Daerah Provinsi Papua tentang Perlindungan dan Pengembangan Tempat Sakral di Propinsi Papua.
Previous Post Next Post

Disqus Shortname

Comments system